Rabu, 12 Agustus 2009

Irene Handono, Bantahan Mantan Katolik (3)

I. PENDAHULUAN
Jangan Berlebih-lebihan...!

SATU SUMBER AJARAN

Saat membaca buku Islamic Invasion karya Robert Morey, terbersit sesuatu yang unik tapi itulah kenyataan pergumulan tiga umat besar dari tiga rasul besar yang dibekali oleh Allah tiga kitab besar; semuanya dari SATU sumber yang MAHA BESAR. Ajaran yang bersumber dari SATU disikapi berbeda oleh masing-masing pengikutnya. Kakak pertama merasa paling unggul tidak mall menerima adik kedua, adik kedua membela diri, dan ketika datang adik ketiga mereka berdua segera menolak adik ketiga dengan caranya masing­masing. Sementara adik bungsu yang tak berdaya berusaha meluruskan tindakan "berlebih lebihan" dari kakaknya. Kenapa ketiga bersaudara memaksakan kehendak masing-masing, sementara masing-masing memiliki akal untuk menjalankan kehidupan pribadinya sendiri. Saat ini datang adik kedua untuk menyatakan bahwa adik ketiga bukan saudara mereka. Alasannya karena adik bungsu dianggap berbeda. Semua bukti dimanipulasi agar adik bungsu percaya. Haruskah nasehat menasehati dengan cara menghasut, memanipulasi, menuduhkan hal-hal yang tidak semestinya dilakukan. Jika ingin menasehati tidakkah akan lebih balk jika dengan hikmah dan alasan yang tepat, tanpa harus memaksakan kehendak. Adik bungsu yang bertanya-tanya mencoba meluruskan fakta-fakta yang didistorsi dan dimanipulasi.

Tauhid adalah tema sentral dalam al-Qur'an, hampir semua pembahasan selalu mengarah kepada tauhid-pengEsaan Allah­, baik masalah ibadah maupun masalah sosial. Masalah ini memang sangat crusial sebab tauhid-lah inti dari semua risalah yang dibawa oleh para nabi dan rasul sejak Nabi Adam As. hingga Nabi Muhammad Saw. Peran para rasul dalam mengemban amanat risalah tersebut akan kami bahas berikut ini. Untuk menyingkat bahasan maka kami memulainya dari Nabi Musa As kemudian Nabi Isa As. terakhir Nabi Muhammad Saw.

Tugas setiap Rasul yang dikirim oleh Allah kepada umat manusia, adalah menyeru kepada Tauhid atau meng Esakan Allah sebagai satu-satunya sesembahan. Tugas kedua adalah memperbaiki kondisi umatnya agar tidak terlena dengan kehidupan dunia hingga melupakan Penciptanya.

Umat Yahudi

Nabi Musa menyeru umatnya -bangsa Israel- dan umat manusia secara umum untuk menyembah Allah semata. Seruan tauhid kepada seluruh umat manusia yang diemban Nabi Musa menjadikannya berhadapan dengan bangsa Mesir yang menuhankan Fir'aun. Nabi Musa telah berhasil dengan misinya, lcitab Taurat ditinggalkan kepada kaumnya. Tapi sayang bahwa risalah tauhid tersebut tidak disebarkan oleh umatnya kepada manusia secara umum, karena menganggap diri mereka `berbeda'. Al-Qur'an banyak memberitakan bahwa memang mereka dikarunia akal yang tinggi. Karunia tersebut sangat disayangkan ketika disikapi sebagai alasan untuk membedalcan dirinya dengan umat lain. Sikap `berbeda' inilah yang membuat merelca bersikap melampaui batas. Banyak Nabi yang telah mereka bunuh, ajaran Rasulpun mereka rubah, kini mereka lebih menyukai Talmud dari pada menggunakan Taurat, Padahal Talmud sendiri ditulis berdasarkan dua komentar atas Taurat yang terkenal, yaitu Mishnah dan Gemara.1 Ajaran Talmud berikut ini sangat memperkuat pernyataan di atas :

"Wahai anakku, hendaklah engkau lebih mengutamakan fatwa dari para ahli kitab (Talmud) dari pada ayat-ayat Taurat". (Talmud kitab Erubin: 2b-edisi Soncino).2

Perasaan `berbeda' itu mereka tunjukkan dengan arogansi dan hegemoni keduniaan atas umat lain, dengan tolak ukur materialisme. Mereka lebih menonjolkan superioritas yang lebih menyerupai sikap nasionalisme-rasisme dari pada penyebaran risalah tauhid yang bersifat universal. Ajaran Nabi Musa As, akhirnya tergeser oleh kepentingan duniawi, dan risalah tauhid berhenti di tengah jalan.

Umat Kristen

Atas arogansi yang mereka lakukan, Allah mengirimkan Rasul yang berikutnya yaitu Nabi Isa As. Umat Yahudi yang merasa lebih baik tentu saja tidak akan mengakui kenabian Isa As. Seperti yang pernah mereka lakukan lcepada nabi mereka sendiri, maka perlakuan merelca kepada Nabi Isa As. (Jesus) juga sama bahkan mungkin lebih. Tema sentral penyudutan yang mereka lancarkan adalah masalah kelahiran Nabi Isa As. yang tanpa ayah. Dengan kejam umat Yahudi menuduh Nabi Isa As.sebagai anak haram. Perlakuan semacam ini tentu saja mendapat reaksi pembelaan dari pengikut Nabi Isa As. -yang mengajarkan "jika kau dipukul pipi yang kanan, maka berikanlah pipi yang kiri"-. Sepeninggal Nabi Isa As. sikap yang bermula dari pembelaan menjadi berlebihan ketika bercampur dengan kepentingan. Sikap berlebihan inilah yang menjerumuskan umat ini hingga menganggap nabinya `bukan manusia' tapi lebih dari itu diangkat ke derajat `tuhan'. Kultus individu yang sering dilakukan oleh manusia terhadap siapapun yang mereka sayangi dan mereka hormati. Apalagi setelah bercampur kepentingan agar dapat menolak anggapan Yahudi bahwa Nabi Isa As. adalah anak haram.

Segala macam argumentasi dibangun hingga sampai pada pernyataan bahwa nabi Isa (Jesus) adalah firman/kalam Allah yang qodim/abadi setelah sebelumnya menyebut ‘anak' -satu derajat di atas nabi/rasul-. Istilah kalam terpaksa dipakai untu menyatakan bahwa dia bukan manusia. Dilengkapi dengan qodim/abadi untuk menghindari bahwa ia adalah makhluq. Tapi, mari kita berpikir sejenak. Manusia adalah makhluk tertinggi - kecuali yang menyamakan dirinya dengan kera- sedangkan nabi/rasul berada dipuncak mereka. Di atas derajat itu hanya ada satu yaitu Pencipta. Selain Pencipta hanya ada makhluq. Jika manusia tertinggi dinaikkan derajatnya satu tingkat oleh manusia, itu sama saja dengan menuhankan manusia.

Robert Morey dalam The Islamic Invasion-nya dengan lantang menolak pernyataan al-Qur'an bahwa Jesus bukan putra Tuhan, dasarnya adalah bahwa Nabi Yesaya telah menubuatkan adanya `putra tuhan', (Kitab Yesaya 9: 5-6). la juga menolak pernyataan al-Qur'an bahwa Jesus bukan manusia sekaligus tuhan, melainkan hanya manusia belaka. Dasarnya adalah Yesaya 9-5 yang menyatakan bahwa Jesus juga disebut "allah yang perkasa". Pernyataan Robert Morey yang mengutip dua ayat dari Injil, menegaskan bahwa umat kristen telah menuhankan Nabi Isa (Jesus). Sebutan "putra tuhan" yang diikuti pengakuan keilahian, pada dasarnya bertentangan dengan ajaran Yesus sendiri, yang mengatakan :

"Dan lagi diberinya kuasa kepadanya akan melakukan hukuman, sebab ia itulah anak munusia adanya". (Yahya 5:27).

Kuasa yang dimaksud dalam ayat ini adalah kuasa mengatur umatnya seperti yang diperintahkan oleh Allah kepadanya, bukan kuasa yang menyamai Allah.

Umat Kristen yang sejak awal sudah bersinggungan dengan filsafat Yunani berupaya menyempurnakan argumentasi yang mereka bangun. Bahwa secara logika manusia tidak akan bisa naik kederajat tuhan, jika masih ada perantara antara manusia yang dituhankan dengan Tuhan itu sendiri. Perantara yang kami maksud adalah Roh Qudus sebagai perantara wahyu dari Allah kepada Nabi Isa As. Maka untuk memperkokoh argumentasi yang mereka bangun, tepatnya untuk menghilangkan ‘antara', maka mau tidak mau Roh Qudus harus masuk dalam jajaran yang sama dan jadilah `bangunan rumah laba-laba’ yang disebut TRINITAS.

Pengkultusan yang sama juga dilakukan atas Ibunda Nabi Isa As. Walaupun otoritas gereja tidalc menempatkannya pada posisi seperti putranya-salah satu oknum trinitas-, namun secara praktis telah menempatkan pada posisi yang sama. Dalam pandangan Kristen, sebagai manusia Yesus memiliki ibu yaitu bunda Maria, oleh sebab itu berdoa kepada bunda Maria - menurut mereka- adalah jalur cepat juga, karena tertuju kepada ibu Tuhan. Praktek berdoa memohon keselamatan kepada bunda Maria telah menempatkan wanita suci ini pada posisi dipertuhankan. Praktek tersebut dilakukan dalam ritual yang disebut : Salam Maria, Doa Rosario, dan Novena.

Tiga upaya pengkultusan -Yesus, Roh Kudus, dan Maria ­semacam inilah yang dilarang Allah karena menempatkan Allah sang Pencipta sederajat dengan ketiga makhluqnya tersebut. Menuhankan seorang rasul, sama saja dengan mengubah ajaran yang dibawa oleh sang rasul. Dan atas dasar perlakuan umat terhadap risalah, para rasul mempertanggungjawabkan hal itu dihadapan Allah yang telah mengutus mereka. Seperti yang disampaikan Allah dalam al-Qur'an berikut ini -yang artinya- :

(Ingatlah), hari diwaktu Allah mengumpulkan para rasul, Ialu Allah bertanya (kepada mereka): Apa jawaban kaummu terhadap (seruan)mu". Para rasul menjawab:"Tidak ada pengetahuan kami (tentang itu); sesungguhnya Engkau-lah yang mengetahui perkara yang ghaib". (QS. al-Maidah: 109)

Yang berikut ini adalah jawaban Nabi Isa As. yang terekam di dalam Injil dan al-Qur'an:

Suatupun tiada aku dapat berbuat menurut kehendakku sendiri, melainkan aku menjalankan hukum sebagaimana yang aku dengar, dan hukumku itu adil adanya ; karena bukannya aku mencari kehendak diriku, melainkan kehendak Dia yang menyuruhkan aku. (Yahya 5:30).

Jikalau aku menyaksikan dari hal diriku, maka kesaksianku itu tiada benar. (Yahya 5:31).

Ada yang lain yang menyaksikan dari hal diriku, maka aku tahu bahwa benarlah kesaksian yang disaksikanNya dari halku itu. (Yahya 5:32)

Maka kata Yesus: "Hanyalah seketika lamanya lagi Aku bersama-sama dengan kamu, lalu aku pergi kepada Dia yang menyuruhkan aku. (Yahya 7:33).

Maka aku ini mendoakan mereka itu; bukan seisi dunia kudoakan, melainkan se,gala orang yang Engkau serahkan kepadaku, karena mereka itu milikMu. (Yahya 17: 9).

Jawaban Jesus/Nabi Isa As. di atas disampaikan dalam alkitab dengan setting hari akhir. Dalam jawaban tersebut Jesus tidak bisa bersaksi tentang dirinya -menjelaskan keadaannya yang "dilahirkan tanpa ayah"-. Hal ini sangat logis, dan karena itu ia mengatakan bahwa ada yang lain yang akan bersaksi tentang dirinya. Siapa yang dimaksud tentu saja Allah melalui Nabi yang selanjutnya. Nabi Yahya yang hidup di masa Nabi Isa tidak mampu memberikan kesaksian atas perihal Nabi Isa As, seperti yang dikatakan oleh Nabi Isa sendiri dalam dua ayat setelah ayat di atas,

Kamu ini memang menyuruhkan orang kepada Yahya, maka iapun menyaksikan atas yang benar itu. (Yahya 5:33)

Tetapi aku ini tiada menerima kesaksian dari pada pihak manusia, hanya inilah aku katakan, supaya kamu ini selamat kelak. (Yahya 5:34)

Siapa nabi setelahnya yang akan mengabarkan ? tentu saja nabi yang diutus setelah kedua Nabi di atas, yaitu Nabi Muhammad Saw. Kesaksian Allah tentang Nabi Isa Saw, disampaikan melalui wahyu yang disampaikan kepada Rasulullah dalam al-Qur'an sebagai berikut :

Dan (ingatlah) ketika Allah berfirman: "Hai 'Isa putera Maryam, adakah kamu mengatakan kepada manusia: "'Jadikanlah aku dan ibuku dua orang Ilah selain Allah". 'Isa menjawab: "Maha Suci Engkau, tidaklah patut bagiku mengatakan apa yang bukan hakku (mengatakannya). Jika aku pernah mengatakannya maka tentulah Engkau telah mengetahui apa yang ada pada diriku dan aku tidak mengelahui apa yang ada pada diri Engkau. Sesungguhnya Engkau Maha Mengetahui perkara yang ghaib­ ghaib". (QS Al-Maidah : 116).

Aku tidak pernah mengatakan kepada mereka kecuali apa yang Engkau perintahkan kepadaku (mengatakannya) yaitu: "Sembahlah Allah, Tuhanku dan Tuhanmu ", dan adalah aku menjadi saksi terhadap mereka selama aku bersama mereka. Maka setelah Engkau wafatkan aku, Engkau-lah yang mengawasi mereka. Dan Engkau adalah Maha Menyaksikan atas segala sesuatu. (QS. Al-Maidah:117).

Jika engkau menyiksa mereka, maka sesungguhnya adalah hamba-hamba Engkau, dan jika Engkau mengampuni mereka, sesungguhnya Engkaulah Yang Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana. (QS. Al-Maidah: 118).

Jika kita bandingkan dengan jawaban Yesus yang ada di Injil, makna permakna hampir sama, bahkan yang menyangkut masalah kematian serta doa beliau atas umatnya. Begitulah setiap Rasul akan mempertanggungjawabkan risalah yang diamanatkan kepadanya. Dan seperti tergambar dalam ayat di atas. para rasul telah menyampaikan risalahnya dengan benar. Adapun pertanggungan-jawab atas kelanjutan risalah ada pada masing-masing umat.

Nabi Isa yang welas asih telah mengembalikan tanggungjawab pengawasan atas umatnya kepada Allah yang telah mengutusnya, sekaligus menyerahkan kepada Allah atas apa yang telah diperbuat umatnya.

Nabi Isa adalah nabi terakhir dari bani Israel. Kesombongan bani Israel telah membuat mereka banyak melakukan sikap berlebihan, baik dalam mengkultuskan seseorang, atau memusuhinya. Banyak nabi yang telah mereka bunuh, padahal para nabi tersebut berasal dari mereka sendiri. Penentangan mereka terhadap risalah para rasul membuat mereka berkomplot dengan kaum musyrik. Lihat QS. Al-Maidah :77-81.

Umat Islam

Allah yang Maha bijaksana memberikan pelajaran kepada Bani Israel -yang selama ini diamanati risalah Allah- dengan memindahkan tanggungjawab amanat kepada saudara serumpun (Sam/Semit) yaitu bangsa Arab. Kesombongan Kaum Israel yang merasa paling pinter diperingati oleh Allah dengan memindahkan tanggung jawab tersebut kepada masyarakat yang memiliki peradaban `lebih rendah' dari mereka.

‘Lebih rendah' yang dimaksud jika dibandingkan dengan peradaban lain, seperti Romawi, Persia, atau Cina. Tapi sebenarnya merekalah yang paling siap menerima amanat dengan alasan seperti berikut :

  • Bangsa Arab pra-Islam adalah masyarakat yang hidup dalam lirigkup kesukuan, dimana kehidupan bersama ditentukan oleh adanya persekutuan yang dikenal sebagai Hilf. Kebijakan umum komunitas bangsa Arab diatur melalui persekutuan, sedang kehidupan individu diatur oleh masing-masing klan-desentralisasi yang merupakan ciri kehidupan demokratis-. Mereka tidak pernah terbebani kehidupan herarkis kerajaan yang sentralistik. Itulah sebabnya mereka lebih bisa bersikap egaliter.

  • Peradaban besar yang ada saat itu rata-rata berbentuk kerajaan, dimana hak individu sangat tergantung kepada penguasa. Herarki kemasyarakatan sangat kental dan tidak demokratis karena penguasa cenderung otoriter.

  • Sikap demokratis, egaliter, dan terbuka merupakan lahan yang matang bagi masuknya sebuah ajaran baru yang tidak mengandalkan kekuatan dlan kekuasaan dalam penyebarannya, tapi lebih kepada penggunaan logika.

Terlepas ketiga alasan di atas, semua orang maklum bahwa pemikiran manusia selalu berkembang dari primitif hingga beradab, dan Islam diturunkan sekian abad setelah agama terdahulu -satu tenggang waktu yang cukup bagi umat manusia untuk berkembang-. Untuk itu agama baru yang diturunkan tentu saja sesuai dengan perkembangan pemikiran manusia.

Dengan diangkatnya seorang rasul dari bangsa Arab, bangsa Israel -umat Kristen dan Yahudi- tentu saja tidak akan menerima begitu saja. Seperti yang terjadi sebelumnya, umat Yahudi menolak kedatangan Nabi Isa (Jesus). Kini tidak saja umat Yahudi tapi umat Kristen ikut menolak kedatangan Nabi Muhammad Saw. Walaupun ternyata sebagian pendeta -ahli kitab- lah yang ikut meyakinkan kepada Rasulullah bahwa dirinyalah yang terpilih. Bangsa Arab dan Rasulullah tentu saja tidak pernah menyangka bahwa risalah tersebut diamanatkan kepada mereka, itulah sebabnya Allah memerintahkan kepada Rasulullah untuk bertanya kepada para ahli kitab, sebab pada dasarnya apa yang berkaitan dengan Nabi dan umatnya bahkan ritual ibadahnya banyak ternubuatkan dalam kitab-kitab mereka. Seperti ayat yang artinya berikut ini :

Maka jika kamu (Muhammad) berada dalam keragu-raguan tentang apa yang Kami turunkan kepadamu, maka tanyakanlah kepada orang-orang yang membaca kitab sebelum kamu. Sesungguhnya telah datang kebenaran kepadamu dari Tuhanmu, sebab itu janganlah sekali-kali kamu termasuk orang-orang yang ragu-ragu. (QS. Yunus: 94).


Seperti pendahulunya Rasulullah Saw mengemban amanat yang sama yaitu risalah tauhid. Adapun masalah hubungan antar manusia -perbaikan sosial-, tentu saja masing­masing rasul memiliki syariat yang berbeda sesuai dengan masyarakat masing-masing. Bekal mukjizat merekapun berbeda sesuai dengan kondisi penentangan masyarakat yang dihadapi. Kesamaan risalah tersebut disampaikan aleh al-Qur'an dalam surat al-Baqarah : 136 yang artinya sebagai berikut :

Katakanlah (hai orang-orang mu'min): "Kami beriman kepada Allah dan apa yang diturunkan kepada kami, dan apa yang diturunkan kepada Ibrahim, Isma'il, Ishaq, Ya'kub dan anak cucunya, dan apa yang telah diberikan kepada Musa dan 'Isa serta apa yang diberikan kepada nabi-nabi dari Tuhan-nya. Kami tidak membeda-bedakan seorangpun di antara mereka dan kami hanya tunduk patuh kepada-Nya". (al-Baqarah : 136).

Seruan kepada peng-Esa-an Allah Swt. dilakukan sejak Nabi yang pertama hingga nabi yang terakhir. Adapun tentang tugas memperbaiki kehidupan sosial tentulah tidak bisa disamakan. Rasul yang datang lebih awal mengatur kehidupan umat sesuai dengan kondisi saat itu. Dan Islam diturunkan saat manusia lebih bisa menggunakan akal dan logika. Itulah sebabnya ajaran Islam sangat menghargai akal dari pada klenik dan takhayul.

Hal ini akan tampak jelas dalam penyikapan umat Islam terhadap hujatan umat pendahulunya. Untuk menolak hujatan bahwa umat muslim bodoh -seperti keledai-, Umat muslim, seperti ajaran al-Qur'an cukup menyebutkan bahwa "orang yang diberi kitab Taurat tapi tidak dilaksanakan adalah seperti keledai yang memanggul buku-buku". Memang sederhana tapi itulah kiasan yang pas dan tajam, untuk mengembalikan hujatan mereka. Untuk menyatakan bahwa suatu hal yang biasa bahwa seorang wanita melahirkan tanpa seorang ayah, al-Qur'an cukup memberikan bukti keberadaan Nabi Adam As. yang tidak pernah dilahirkan oleh seorang ibu dan ayah. Logika sederhana ini

sangat efektif terbukti seluruh umat muslim mempercayainya dan tidak pernah menghujat para nabi sebelum Nabi Muhammad Saw -khususnya Nabi Isa As-. Satu logika sederhana yang sesuai dengan kondisi umat manusia saat itu.

Dengan keimanan seperti itu umat Islam meluruskan prasangka buruk yang dialamatkan kepada Nabi yang dihormatinya tanpa membedakan dengan lainnya yaitu nabi Isa As. Pelurusan itu termasuk penyelewengan ajaran tauhid yang pernah diajarkan Yesus. Melalui al-Qur'an, dengan pemilihan kata yang sangat teliti dalam surat al-Maidah ayat 72 hingga 75 secara berturut-turut, Allah mengecam tindakan pengkultusan Yesus, Roh Kudus, dan Maria- oleh umat Kristen sebagaimana berikut :


Sesungguhnya telah kafirlah orang-orang yang berkata: "Sesungguhnya Allah ialah AI-Masih putra Maryam ", padahal Al-Masih berkata : "Hai Bani Israil, sembahlah Allah Tuhanku dan Tuhan-mu" Sesungguhnya orang yang mempersekutukan (manusia dengan) Allah, maka pasti Allah mengharamkan baginya surga, dan tempatnya ialah neraka, tidaklah ada bagi orang-orang dzalim itu seorang penolongpun.
(al-Maidah : 72).


Dalam ayat ini Allah mengecam siapapun yang mensejajarkan diriNya dengan Isa As. Padahal Nabi Isa As. menyatakan bahwa dirinya menyembah Allah yang mengutusnya. Dalam ayat ini maf'ul (objek) dari kata yusyrik (menyekutukan) adalah mahdzuf (tidak tercamtum) agar memberi makna yang luas, artinya siapapun atau apapun yang disekutukan dengan Allah maka haram baginya surga.

Dalam ayat di atas, seakan al-Qur'an mengulang dua pernyataan yang sama, tapi dengan cara penyampaian yang berbeda. Pernyataan pertama menjadikan kata Allah sebagai maf'ul sedang dalam pernyataan kedua maf'ul-nya tidak tercantum sehingga menjadi umum dan berarti segala sesuatu yang berakal atau yang tidak berakal, itulah "ciptaan". Dengan pengungkapan -gaya bahasa- seperti ini ayat di atas secara cermat telah menutup upaya syirik sekaligus : pertama, menurunkan derajat Tuhan ke derajat makhluq -menganggap Tuhan adalah Isa As.-; kedua, menaikan derajat makhluq ke derajat Pencipta -menganggap Isa As. adalah Tuhan-.

Pengulangan tersebut juga menunjukkan hal lain yaitu : Pernyataan pertama dinisbatkan kepada Allah, sedang pernyataan kedua disampaikan atas lisan Nabi Isa As. Hal ini secara tidak langsung mengisyaratkan bahwa Allah tidak rela dirinya disamakan dengan makhluq ciptaannya -pernyataan pertama-; kedua, bahwa Nabi Isa As. melarang dirinya disekutukan dengan Tuhan, karena beliau sendiri menyembah Allah dan mengajak umatnya menyembah Allah juga, beliau bahkan mengingatkan jika ada umatnya yang berbuat itu maka tidak akan berada di Surga bersamanya tapi di neraka.

Kami berpendapat bahwa ayat ini mengecam adanya oknum kedua dalam TRINITAS, yaitu tuhan anak/Nabi Isa. Dengan pembenaran yang model apapun maknanya sama dengan yang dimaksud ayat di atas. Kalau umat Kristen saat ini tidak meyakini kebenaran al-Qur'an dan hanya meyakini kebenaran Bibel (Injil), mari kita lihat pernyataan Nabi Isa As. dalam Injil yang mereka yakini kebenarannya.


Dari Bibel edisi International, dua ayat ini masuk dalam judul : al- Washiyyah al-`Udzma / wasiat terbesar. (inilah risalah dasar yaitu Tauhid- pen.).3

"The most important one, " answered Jesus, "is this: O Israel, the Lord our God, the Lord is one. Love the Lord your God with all your heart and with all your soul and with all your mind and with all your strength.' (Mark, 12: 29,30).4

(tertulis judul di atas ayat 28 seperti berikut : The Greatest Commandment. Sama artinya dengan yang berbahasa Arab, wasiat terbesar. Berikut ini edisi Indonesia :

"Maka jawab Yesus kepadanya: "Hukum yang terutama inilah : Dengarlah olehmu, hai Israel, adapun Allah Tuhan kita, Ialah Tuhan yang Esa; "maka hendaklah engkau mengasihi Allah Tuhanmu dengan sebulat-bulat hatimu, dengan segenap jiwamu, dan dengan sepenuh akal budimu,dan dengan segala kuatmu. (Markus;12:29).5

Ayat tersebut berisi wasiat pertama - tauhid -, sedang wasiat kedua pada ayat selanjutnya yang bermakna seruan mengasihi sesama. Setelah membaca ayat dari bibel yang diakui secara internasional ini, silahkan kembali kepada ayat al-Qur'an di atas, dimana letak perbedaan seruannya ?. Ayat selanjutnya adalah:

Sesungguhnya telah kafirlah orang-orang yang berkata: "Sesungguhnya Allah adalah yang ketiga dari tiga, padahal tidak ada tuhan selain Tuhan yang Esa. Jika mereka tidak berhenti dari apa yang mereka katakan itu, pasti orang-orang yang kafir di antara mereka akan ditimpa siksaan yang pedih. (al-Maidah : 7)

Dalam menerjemahkan ayat di atas, kami mencoba menerjemahkan secara literal kalimat (tsalitsu tsalatsah), hal ini kami maksudkan untuk dikaji disini hingga mendapatkan makna yang sesuai. Terjemahan yang sering dipakai adalah "salah satu dari yang tiga"6. Terjemahan seperti ini dijadikan dalil oleh Dr. Robert M. untuk menyatakan bahwa al-Qur'an tidak pernah mengkritik TRINITAS.

Sekarang mari kita telaah dua kalimat di atas. Bahasa Arab sering memakai kata -nakirah (indefinit) yang menjadi ma'rifah (definit) karena dinisbatkan kepada kata yang lain­untuk makna "yang ke tiga" seperti dalam ayat :

(al-Kahfi : 22). Ayat dalam surat al-Kahfi ini dalam "Al-Qur'an dan Terjemahnya" -yang diterbitkan oleh pemerintah Saudi dan ditandatangani oleh Depag RI. (Munawir Sjadzali)- diterjemahkan "Nanti (ada orang yang akan) mengatakan (jumlah mereka) adalah tiga orang yang keempat adalah anjingnya". Untuk ayat yang kita bahas jika kita menerjemahkan sama seperti dalam surat Kahfi, maka artinya adalah "yang ketiga". Dengan terjemahan ini mari kita melihat siapa saja Oknum dalam TRINITAS. Umat Kristen menempatkan ketiga oknum secara berurutan seperti berikut : 1. Tuhan Allah/Bapak, 2. Tuhan Anak/Yesus, 3. Roh Qudus. Berdasarkan terjemahan di atas maka siapa yang dimaksud dalam surat al-Maidah : 73? Yang dimaksud adalah Roh Qudus, oknum ketiga dari doktrin TRINITAS.

Ada satu hikmah di balik pemakaian kata (kata kedua) di mana disebutkan nakirah (indefinit) yang menunjukkan makna umum, untuk menghindari adanya makna yang pasti/sudah diketahui yaitu makrifah (definit). Dengan keumuman ini ayat tersebut menyatakan : "dianggap kafir upaya penggabungan/pensejajaran/penyekutuan tiga macam dzat, atau tiga macam sifat, atau makna apapun yang diingini mereka yang menetapkan ajaran TRINITAS".

Kesimpulan kami, ayat tersebut mencela upaya umat Kristen yang meletakkan Roh Qudus sebagai salah satu oknum TRINITAS, yaitu yang ketiga setelah Yesus. Allah yang maha Esa tidak akan rela jika disejajarkan dengan makhluqnya seperti tergambar dalam banyak ayat Qur'an. Oknum pertama tidak dibahas karena umat Kristen sendiri mengakui bahwa oknum Pertama adalah Allah. Dengan menghilangkan kedua oknum selain Allah maka itulah ajaran Yesus. yang benar. Dan Allah masih memberikan kesempatan memperbaiki seperti yang difirmankan pada ayat selanjutnya yaitu :


apa mereka tidak bertaubat kepada Allah dan rnemohon ampun kepada-Nya? Dan Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang. (al-Maidah :74)

Pintu taubat masih terbuka, kini terserah anda. Pemurnian tauhid masih terus berlanjut, untuk membersihkan apa yang dinisbatkan kepada Ibunda Nabi Isa, yaitu wanita suci Maria (Maryam) seperti ayat berikut ini :

Al-Masih putra Maryam itu hanyalah seorang Rasul yang sesungguhnya telah berlalu sebelumnya beberapa rasul, dan ibunya seorang yang sangat benar, kedua-duanya biasa rnemakan makanan. Perhatikan bagaimana kami akan menjelaskan kepada (ahli kitab) tanda-tanda kekuasaan (karni), kemudian per°hatikanlah bagaimana mereka akan berpaling. (al-Maidah: 75).

Dalam ayat ini Allah menyatakan bahwa ibunya adalah seorang yang sangat benar. Bahwa masalah-masalah kelahiran bayi dari seorang perempuan tidak perlu dikhawatirkan, sampai menciptakan doktrin apologetik seperti TRINITAS untuk menghindari hujatan umat Yahudi. Tidakkah terpikir bahwa keduanya adalah memakan makanan -satu alasan yang sangat kuat- karena tidak mungkin mengatakan bahwa Tuhan makan. Soal hujatan kaum Yahudi, Allah menyatakan kepada para ahli kitab untuk menyaksikan bagaimana Allah akan menjelaskan hal itu di kemudian hari.

Pernyataan terakhir pada ayat terakhir (al-maidah 75) di atas, - "...Perhatikan bagaimana kami akan menjelaskan kepada (ahli kitab) tanda-tanda kekuasaan (kami), kemudian perhatikanlah bagaimana mereka akan berpaling' - seluruhnya menggunakan kata mudlori' yang memiliki pengertian tenses future (yang akan datang). Hikmah penggunaan kata dalam bentuk mudlori' itu, seakan Allah mengabarkan kepada para Ahli kitab bahwa Allah kelak akan membuktilcan hal itu di hari kemudian nanti.

Jika dilihat dari fase perltembangan pemikiran seperti pendapat August Comte -yang membagi perkembangan pemikiran manusia menjadi tiga fase- maka keberadaan masyarakat Bani Israel pada masa Nabi Isa As. adalah masa sebelum manusia menggunakan logika sebagai dasar melihat fenomena alam yang terjadi dijaman merelca saat itu. Sehingga apapun alasan yang dikemukakan oleh Nabi Isa As. akan ditentang. Itulah sebabnya maka mukjizat fisik (supranatural) sangat dibutuhkan oleh bangsa Israel saat itu.

Kalau diteliti lagi jenis mukjizat yang dibekalkan kepada Nabi Isa As. diantaranya adalah menyembuhkan orang sakit (buta) dan menghidupkan orang mati. Jika saat itu bangsa Israel bisa menalar, maka sebetulnya menghidupkan orang mati lebih heboh dari dari pada "dilahirkan tanpa ayah". Tapi mereka tidak menerima itu karena memang mereka yang ingkar adalah orang yang berlebih-lebihan, setelah tahu kebenaran malah menutupinya. Perihal Yesus yang lahir tanpa ayah berikut mukjizat fisik berupa kekuatan supranatural yang dibekalkan kepadanya ini sekaligus merupakan bukti-bukti logis alcan adanya hari Akhir. Sebab jika Allah mampu menciptakan makhluq manusia tanpa Ibu, maka menghidupkan yang mati seperti yang dilakukan melalui tangan Nabi Isa As. adalah hal yang kecil, begitu juga urusan menghidupkan lagi seluruh manusia pada hari akhir nanti.

Dalam mengemukakan permasalahan nabi Isa As, yang mendapat penghinaan Bani Israel atas masalah kelahirannya tersebut al-Qur'an memberikan logika-logika sederhana yang sesuai dengan logika masyarakat saat itu. Yaitu :

  • Nabi Isa dilahirkan oleh manusia, yang kedua-duanya makan dan minum.

  • Soal dilahirkan tanpa bapak masih ada yang lebih dari itu yaitu Nabi Adam As. tapi tidak disembah dan tidak dipertuhankan.

  • Tugas seorang rasul hanyalah menyampaikan risalah, dengan tetap dikenai kewajiban menyembah Pencipta sekaligus Pemberi amanat.

  • Kemudian mereka diingatkan ; jika memang mereka membela Nabi Isa As, maka belalah nabi ini (Jesus) dalam mempertanggungjawabkan risalah tauhid yang dibawanya. Janganlah menisbatkan kepadanya sesuatu yang tidak pernah beliau ajarkan.

Argumentasi al-Qur'an tersebut di atas memang sangat sederhana dan mendasar. Tapi itulah yang bisa dipahami oleh umat manusia pada saat itu. Tapi Allah tidak akan membiarkan peringatannya diabaikan. Seperti janjiNya-sejak masa pewahyuan al-Qur'an- Allah akan memperlihatkan ayat­ayatNya di masa datang. Masa di mana pemikiran manusia tidak lagi menggunakan logika sederhana tapi logika yang disertai bukti empiris dan nyata di depan mata. Lihat surat al-Maidah ayat 75 yang telah kita sebutkan di atas yaitu :

".. Perhatikan bagaimana kami akan menjelaskan kepada (ahli kitab) tanda-tanda kekuasaan (kami), kemudian perhatikanlah bagaimana mereka akan berpaling':

Kini kita yang hidup di era ilmu dan tekhnologi saat semua fenomena dilandaskan pada pengetahuan empiris dan meninggalkan cara berpikir sederhana, kita dapat menyaksikan bagaimana ayat-ayat Allah tersebut telah diperlihatkan. Kalau dulu umat muslim hanya menyampaikan logika yang sederhana kini umat muslim dapat mengatakan dengan lantang : "Seorang wanita bisa melahirkan tanpa ayah". Bukankah saat ini ilmu kedokteran telah menerapkan apa yang mereka sebut sebagat "inseminasi buatan" di mana benih dapat ditempatkan pada rahim wanita. Yang lebih mengejutkan lagi pengetahuan itu justru ditemukan oleh para penentang ayat-ayat Allah yang lcita sebutkan tadi.

Disini kami melihat adanya kerancuan berpikir dalam tradisi Kristen yang seringkali menentang perkembangan Ilmu pengetahuan dengan alasan yang sangat tidak masuk akal, yaitu bertentangan dengan prinsip ketuhanan. Padahal jika mereka ingin menyampaikan kebenaran perihal Yesus (Nabi Isa As.) mestinya merekalah yang paling membutuhkan bukti-bukti empiris untuk menolak tuduhan terhadap Nabinya. Dengan bukti empiris itu mereka tidak perlu lagi membuat-buat alasan yang tidak masuk akal seperti doktrin TRINITAS yang muncul setelah kematian Yesus. Boleh saja Kristen awal merasa aman dengan argumentasi mereka karena pemikiran manusia saat itu bahkan belum menyandarkan pada logika, tapi lebih kepada pendewaan yang mereka hayalkan sendiri. Namun ketika manusia sudah menggunakan logika yang walaupun sederhana -pada abad pertengahan- doktrin itu dipaksakan melalui institusi lceagamaan yang melebihi kekuasaan kerajaan. Dan pada saat yang sama umat muslim telah meletalckan dasar-dasar bagi perkembangan ilmu-ilmu modern yang dikemudian hari disempurnakan oleh masyarakat Kristen Eropa walaupun mendapat penentangan Gereja. Kini ketika pengetahuan modern telah menunjukkan kebenaran Yesus institusi gereja masih menolaknya. Maha Benar Allah yang menginginkan kita memperhatikan bagaimana para ahli kitab itu akan tetap mengingkarinya. Disinilah Icami melihat hikmah kebesaran Allah yang menjadikan pengetahuan tersebut muncul dari kalangan Kristen, seakan menginginkan agar umat Kristen dapat membuktikan kebenaran Nabinya atas tuduhan yang sangat tidak mendasar. Jika kemudian pihak yang merasa berwenang dalam tradisi Kristen menolak hal-hal tersebut, kita patut mempertanyakan siapa mereka ? kenapa menyesatkan umat Yesus yang mestinya membuktikan kebenaran Nabinya - seperti yang dijanjikan Allah dalam al-Qur'an-. Allah Maha Tahu akan kebutuhan umatnya, walaupun umat itu sendiri merasa tidak butuh bahkan menentang.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar